-->

Terkait Pasal Perzinahan KUHP, KSP: Kritik Perlu Diletakkan Pada Porsinya


Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Ade Irfan Pulungan


Jakarta – Fbinews

Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan bahwa dengan telah disahkannya RUU KUHP menjadi undang-undang, kali ini Indonesia memiliki kodifikasi hukum pidana sendiri yang memiliki paradigma pemidanaan modern dan relevan dengan nilai-nilai Indonesia.


Oleh karenanya, menjadi penting bagi publik untuk memberikan kritik terhadap KUHP. Namun, kritik tersebut harus diletakkan sesuai dengan porsinya.


Secara spesifik, dalam ketentuan terkait perzinahan misalnya, Tenaga Ahli Utama KSP Ade Irfan Pulungan mengatakan bahwa ketentuan terkait perzinahan semestinya dimaknai sebagai bentuk upaya menjamin kepastian penegakan hukum pidana dan merupakan delik aduan.


“Pembatasan pihak-pihak yang dapat mengadukan tindak pidana perzinaan yang sifatnya limitatif, di antaranya oleh suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan serta orang tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan, justru dapat mengurangi risiko perilaku main hakim sendiri di tengah masyarakat,” kata Irfan, Selasa (13/12).


Perlu diketahui, pasal 412 ayat 1 KUHP baru mengatur setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kategori II. Namun, pemerintah sudah meluruskan bahwasanya narasi yang berkembang saat ini dipenuhi dengan mispersepsi.


Lebih lanjut, Irfan menghimbau agar kritik terhadap KUHP diletakkan pada porsinya. “KUHP sebagai manifestasi hukum pidana harus pula diuji pada koridor hukum pidana, karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan ranah hukum lainnya,” ungkapnya.


Sementara itu, dengan disahkannya RUU KUHP menjadi undang-undang pada 6 Desember 2022 yang lalu, upaya panjang pembaharuan KUHP peninggalan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda berakhir setelah 59 tahun dibahas di DPR.


“KUHP lama tidak lagi relevan dengan perkembangan hukum pidana dan kondisi masyarakat di Indonesia, karena semangatnya jauh berbeda. Kali ini semangatnya bukan hanya menekankan pemidanaan, tetapi kepastian hukum yang mencirikan pidana modern dengan mengandung 3 (tiga) unsur prinsipil, yakni keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif,” ucap Irfan.

**

 Advertisement Here
 Advertisement Here