News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Begini Modus Kotor dalam Praktek Desa Digital di Kabupaten Bogor

Begini Modus Kotor dalam Praktek Desa Digital di Kabupaten Bogor


Bogor - FBINEWS 

Setidaknya sudah lebih 10 Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Bogor yang sudah memberikan keterangan, baik bertemu langsung maupun melalui saluran telpun.

"Keterangan seluruh Kades berkesesuaian. Bukan sama ya, tapi berkesesuaian," kata Syafei, Jumat (8/8/2025).

Kesesuaian itu adalah adanya oknum di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Bogor.

"Ada yang menyebut oknum tersebut sebagai tenaga ahli (TA), ada pula yang menyebut pendamping desa. Ada pula yang mengatakan, yang minta pekerjaan atau menawarkan aplikasi atas rekomendasi oknum tersebut, ada pula yang menyebut membawa-bawa oknum itu," jelasnya.

Dari kesesuaian itu, kata Syafei, Kades-Kades merasakan hal yang sama, yaitu adanya "tekanan".

"Apalagi ada keterangan yang menyebut oknum di DPMD itu memiliki wewenang atau peran penting dalam pencairan dana untuk desa-desa," jelasnya.

Syafei mengatakan, tidak semua Kades tunduk pada "tekanan" tersebut dan berani menolak, namun ada sebagian lain yang akhirnya menerima atau menerima penawaran tersebut.

"Ada satu desa yang sudah terkonfirmasi membayar Rp 30 Juta. Ada juga informasi yang membayar Rp 35 - 50 juta, namun belum terkonfirmasi ya, baru informasi," ujarnya.

Dia menambahkan, "Sebenarnya siapa dapat pekerjaan apa itu rezeki masing-masing ya. Namun jika melihat cara mainnya, mestinya harus dihentikan, minimal memperingatkan Kades-Kades agar tidak tunduk pada tekanan, sebut saja, komplotan tersebut."

Mengenai "tekanan", Syafei menegaskan ada indikasi itu.

"Dari semua Kades yang sudah kita temui atau hubungi kan nggak ada yang bersedia disebut namanya atau desanya," kata dia.

Bahayanya Menggunakan Aplikasi Komplotan Tersebut. 

Lebih jauh Syafei menjelaskan resiko pihak desa apabila menggunakan aplikasi dari komplotan itu.

"Setiap aplikasi yang berkaitan dengan data itu selalu ada kumpulan datanya yang disebut dengan database. Database itu ditanam di satu server atau hosting, bisa server yang sama dengan aplikasinya, bisa pula beda server tergantung coding dari programmernya. Nah, pihak desa hanya punya akses di aplikasinya yaitu untuk entry data. Yang punya akses ke server dan databasenya siapa? Ya pihak itu," jelasnya.

Database desa apabila bisa diakses dan dikelola oleh pihak ketiga, menurut Syafei, sangat beresiko.

"Iya kalau pihak itu punya integritas, kalau tidak lalu bagaimana? Dari caranya mendapatkan pekerjaan itu saja sudah kotor, apa ya masih bisa percaya bagaimana kelanjutannya?' tegasnya.

Jika tetap menggunakan aplikasi dari komplotan itu, kata Syafei, resikonya justru ada di kepala desa.

"Dari kemungkinan digugat karena menyerahkan data penting desa pihak ketiga, juga potensial menjadi temuan. Kasihan Kades-kadesnya, sehingga perlu diberikan pemahaman, terutama terkait resiko-resikonya. Ya jangan sampai karena ketidak tahuan, lalu Kades dibodoh-bodohi," paparnya.

Terkait temuan-temuannya, Syafei mengatakan sedang menyusun laporan resmi ke Bupati Bogor.

"Karena ada dugaan keterlibatan oknum entah itu pendamping desa atau tenaga ahli, berarti kewenangan pihak Pemkab Bogor. Tugas kami hanya mengumpulkan data dan membuat laporan, soal tindakan itu kewenangan Pemkab," pungkasnya.

(Tim)

Tags

Newsletter Signup

Untuk Berlangganan

Posting Komentar