Dua Kasus Pelanggaran Perlindungan Konsumen di NTT Dibongkar, Tegaskan Kawal Ketahanan dan Stabiltas Pangan
Kupang – Fbinews
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) mengungkap dua kasus dugaan tindak pidana di bidang perlindungan konsumen yang melibatkan pelaku usaha di Kota Kupang. Pengungkapan ini menegaskan komitmen Polri dalam mendukung program ketahanan dan stabilitas pangan nasional. Konferensi pers digelar di Lobi Bidhumas Polda NTT, Kamis (9/10/2025).
Kegiatan tersebut dipimpin Karoops Polda NTT Kombes Pol Joni Afrizal Syarifuddin didampingi Dirreskrimsus Kombes Pol Hans Rachmatulloh Irawan, Kabidhumas Kombes Pol Henry Novika Chandra, dan jajaran pejabat utama Polda NTT lainnya.
Karoops Polda NTT Kombes Pol Joni Afrizal Syarifuddin mengatakan bahwa keberhasilan ini merupakan bagian dari dukungan Polri terhadap program Asta Cita Presiden RI yang menekankan pentingnya ketahanan pangan dan perlindungan konsumen sebagai pilar kesejahteraan rakyat.
“Langkah penegakan hukum ini adalah bentuk nyata komitmen kami dalam menjaga kejujuran dan keamanan rantai distribusi pangan di wilayah NTT,” ujar Joni.
Kasus pertama terjadi di salah satu retail modern di Kota Kupang. Seorang konsumen melapor setelah membeli beras premium merek Topi Koki 20 kilogram yang ternyata rusak dan berisi banyak kutu. Hasil penyidikan menetapkan RA (45), pimpinan retail, sebagai tersangka atas dugaan memperdagangkan beras tercemar tanpa informasi yang benar.
Barang bukti yang diamankan meliputi 1,79 ton beras rusak berbagai kemasan serta sejumlah dokumen penjualan. Hasil uji laboratorium menunjukkan beras tersebut tidak layak konsumsi.
“Tindakan ini jelas melanggar hak dasar konsumen dan membahayakan kesehatan masyarakat,” tegas Dirreskrimsus Kombes Hans Rachmatulloh Irawan.
Tersangka dijerat Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (2) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman 5 tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar.
Sementara itu, kasus kedua terjadi di Pasar Inpres Kupang, di mana seorang ibu rumah tangga berinisial M (36) diduga menukar beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) milik Perum Bulog ke dalam karung beras bermerek untuk dijual dengan harga lebih tinggi.
Dari hasil penyelidikan, pelaku diduga menyalahgunakan sekitar 4 ton beras SPHP. Polisi mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk 2,6 ton beras, ratusan karung SPHP dan Cap Jeruk, serta mesin jahit dan dokumen usaha.
“Modus seperti ini merugikan masyarakat karena beras SPHP adalah program subsidi pemerintah untuk membantu rakyat kecil,” kata Hans.
Pelaku dijerat Pasal 62 ayat (1) jo Pasal 8 ayat (1) huruf e UU Perlindungan Konsumen, dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara atau denda hingga Rp2 miliar.
Menutup konferensi pers, Kombes Joni menegaskan bahwa Polda NTT akan terus memperkuat sinergi dengan Bulog dan instansi terkait untuk memastikan distribusi pangan bersubsidi tepat sasaran.
“Polri tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga menegakkan keadilan ekonomi agar masyarakat terlindungi dari praktik curang,” pungkasnya.
Seluruh barang bukti dari kedua kasus tersebut turut ditampilkan di hadapan media sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik.
Dengan keberhasilan ini, Polda NTT menegaskan komitmen Polri dalam mengawal program pangan murah dan memperkuat kepercayaan publik terhadap upaya pemerintah dalam menjaga kemandirian pangan nasional.
**
Posting Komentar