Impor Pakaian Bekas Terungkap, TPPU : Nilai Transaksi Capai Rp1,3 Triliun
Denpasar — Fbinews
Satuan Tugas Penegakan Hukum yang dipimpin Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol.Ade Safri Simanjuntak.Importasi Ilegal mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terkait dengan perdagangan impor pakaian bekas atau thrifting ilegal dengan nilai transaksi mencapai Rp1,3 triliun. Dalam kasus ini, penyidik menetapkan dua orang tersangka yang beroperasi di Kabupaten Tabanan, Bali. Pengungkapan tersebut disampaikan dalam konferensi pers di GOR Ngurah Rai, Denpasar, Senin (15/12/2025).
Kepala Bidang Humas Polda Bali Kombes Pol. Ariasandy menjelaskan, pengungkapan dilakukan oleh Satgas Importasi Ilegal yang dipimpin Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Ade Safri Simanjuntak, bekerja sama dengan Polda Bali.
“Kasus ini merupakan pengungkapan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari perdagangan impor barang yang dilarang, berupa pakaian bekas pakai yang tidak dalam kondisi baru,” ujar Ariasandy.
Brigjen Pol. Ade Safri menjelaskan, penyelidikan selama dua bulan terakhir berhasil memetakan jaringan internasional penyelundupan pakaian bekas yang melibatkan penjual luar negeri, transporter, penyedia jasa pembayaran, penampung barang, hingga jaringan distribusi di pasar modern, ritel, dan platform daring.
Penyidik menetapkan dua tersangka berinisial ZT dan SB, warga Tabanan, Bali. Keduanya diduga melakukan impor pakaian bekas ilegal sejak 2021 hingga 2025 dengan memesan barang dari warga negara asing asal Korea Selatan, kemudian dikirim melalui Malaysia sebelum masuk ke Indonesia dan disimpan di gudang milik tersangka di Bali.
Barang-barang tersebut selanjutnya dijual kepada pedagang di Bali dan sejumlah daerah lain di Indonesia. Keuntungan dari penjualan ilegal itu kemudian digunakan untuk membeli aset berupa tanah, bangunan, kendaraan, serta mengembangkan usaha transportasi bus dan toko pakaian guna menyamarkan asal-usul dana.
“Total nilai transaksi keuangan dari aktivitas ilegal tersebut berdasarkan analisis mencapai Rp1,3 triliun,” kata Ade Safri.
Modus operandi para tersangka dilakukan dengan pembayaran melalui sejumlah rekening, termasuk atas nama pihak lain dan jasa remitansi, serta pengiriman barang melalui jalur laut dari Malaysia sebelum didistribusikan melalui jalur darat di dalam negeri.
Dalam pengungkapan ini, penyidik menyita barang bukti berupa ratusan bal pakaian bekas impor, tujuh unit bus, dua unit mobil, uang tunai dalam rekening bank lebih dari Rp2,5 miliar, serta berbagai dokumen pengiriman dan pembukuan, dengan total nilai aset mencapai sekitar Rp22 miliar.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja, dengan ancaman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda Rp5 miliar, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
Pengungkapan kasus ini melibatkan dukungan berbagai instansi, antara lain PPATK, Kementerian Perdagangan, dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Ade Safri mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan memastikan produk yang dibeli berasal dari jalur legal. Ia menegaskan, penindakan ini menjadi komitmen bersama pemerintah dalam memberantas importasi ilegal, melindungi masyarakat dari barang berbahaya, serta menciptakan iklim usaha yang sehat.
“Kami mengajak masyarakat berperan aktif mencegah penyelundupan barang ilegal demi menjaga perekonomian nasional dan keselamatan publik,” ujarnya.
**


Posting Komentar