-->

KNKT: Lion Air JT610 Tidak Layak Terbang


Jakarta - FBINews

KNKT mengumumkan hasil investigasi Lion Air JT610, pesawat disebut sudah bermasalah sebelumnya dan tidak layak terbang.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah mengumumkan hasil investigasi awal terjadinya kecelakaan pesawat Lion Air penerbangan JT610.

Seperti diketahui, Pesawat Lion Air JT610 jatuh di perairan Karawang saat terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Pangkalpinang, pada 29 Oktober 2018 lalu.
Berdasarkan hasil laporan KNKT, pesawat Lion Air JT610 ternyata telah bermasalah sejak tiga hari sebelum terjadinya kecelakaan.

Selama tiga hari sebelum kejadian, tepatnya sejak tanggal 26 Oktober 2018, terdapat sebanyak enam gangguan yang ada dalam pesawat.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Subkomite Investigasi KNKT Nurcahyo Utomo.

"Dari data perawatan pesawat, sejak tanggal 26 Oktober, tercatat ada enam masalah atau enam gangguan yang tercatat di pesawat ini," ujar Nurcahyo Utomo, Kamis (29/11).

Enam masalah tersebut berkaitan dengan indikator kecepatan dan ketinggian pesawat.
Masalah tersebut terus berlanjut hingga sampai pada penerbangan terakhir sebelum pesawat jatuh di perairan Karawang.

Masalah yang ada pada pesawat tersebut tercatat dalam buku perawatan pesawat.
Adanya enam masalah tersebut membuat pesawat Lion Air JT610 sudah tidak layak terbang sejak menempuh rute dari Denpasar ke Jakarta, pada 28 Oktober 2018, atau sehari sebelum pesawat tersebut jatuh.

"Menurut pandangan kami, yang terjadi itu pesawat sudah tidak layak terbang," ujar Nurcahyo Utomo.
Dalam rekaman black box pesawat, flight data recorder (FDR) mencatat adanya stick shaker aktif sesaat sebelum penerbangan hingga selama penerbangan.

Setelah pesawat berada pada ketinggian sekitar 400 kaki, Nurcahyo menjelaskan bahwa pilot menyadari adanya peringatan kecepatan berubah-ubah pada primary flight display (PFD).

Tak hanya itu, hidung pesawat kemudian mengalami penurunan secara otomatis, hingga membuat kopilot mengambil alih penerbangan secara manual sampai mendarat.

Pesawat Lion Air JT610 mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta sekitar pukul 22.56 WIB.

Karena terdapat gangguan teknis tersebut, pilot langsung melaporkan permasalahan pesawat kepada teknisi.
Namun besok paginya, 29 Oktober 2018, pesawat tersebut kembali diterbangkan dari Jakarta menuju ke Pangkalpinang.

"Menurut pendapat kami, Seharusnya penerbangan itu tidak dilanjutkan," ujar Nurcahyo.

Seperti diketahui, pesawat Lion Air JT610 jatuh di perairan Karawang setelah 13 menit lepas landas.
Pesawat jenis Boeing 737 MAX tersebut membawa sekitar 189 penumpang beserta para kru.

Beda Data
KNKT juga mengungkapkan, ada perbedaan data mengenai jumlah pramugari yang berada di pesawat Lion Air PK-LQP.

"Dari data load seat, pesawat ini diawaki 2 pilot, 5 pramugari, dan 181 penumpang, terdiri dari 178 dewasa, 1 anak, 2 bayi," kata Nurcahyo Utomo.

Meski data penumpang pesawat menyebutkan ada 5 pramugari, data yang didapatkan polisi dari kru Lion Air menunjukkan ada 6 pramugari.

"Sedangkan menurut data police report atau data kru yang disampaikan oleh Lion Air, jumlah pramugarinya ada 6," kata Nurcahyo.

Untuk Lion Air, KNKT mengeluarkan dua rekomendasi keselamatan dalam hal laporan awal ini. Pertama, agar Lion Air memperbaiki budaya keselamatan operasionalisasi pesawatnya, sehingga pilot dapat menentukan lanjut-tidaknya penerbangan. Kedua, KNKT meminta Lion Air memperbaiki data terkait jumlah penumpang.

"KNKT meminta agar dokumen penerbangan harus sesuai isinya dengan kondisi yang sesungguhnya. Jadi di load and balancing tercatat pramugarinya 5 padahal sesungguhnya pramugarinya 6. Jadi ini yang kita minta kepada Lion Air," kata dia.

DATA KOTAK HITAM
Data penerbangan dalam kotak hitam Lion Air JT610 yang jatuh pada 29 Oktober lalu menunjukkan upaya keras pilot menaikkan hidung pesawat yang selalu turun. Pengungkapan ini selaras dengan laporan salah satu media yang menyebut ada kesalahan sistem kendali pada Boeing 737 Max 8.

Komisi Nasional Keselamatan Transportai (KNKT) menyebut pilot mengalami masalah kendali dalam penerbangan dari Jakarta menuju Pangkalpinang.
Ketika pilot menaikkan flap pesawat, secara otomatis sistem menurunkan hidung pesawat atau nose down. Data kotak hitam menunjukkan, pilot langsung menaikkan hidung pesawat atau nose up. 

Namun yang terjadi kemudian, hidung pesawat kembali turun lagi, lalu dinaikkan lagi oleh pilot. Kondisi ini terjadi berkali-kali hingga pesawat jatuh di laut 13 menit setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng. 

"Pergerakan nose up dan down berlangsung lagi hingga akhir rekaman penerbangan," kata Kepala Sub Komite Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo dalam keterangannya.

Dalam kondisi itu, kata Nurcahyo, pilot melaporkan ke menara pengawas bahwa ketinggian pesawat tidak bisa dipertahankan. Pilot lantas meminta menara pengawas untuk mengamankan wilayah udara di bawah dan atas pesawat.

"Pilot minta controller menutup ketinggian 3.000 di atas dan di bawah. Hal ini untuk menghindari adanya tabrakan di udara, dan alam peristiwa ini ada multiple malfunction," kata Nurcahyo.

Laporan pemeriksaan kotak hitam ini sesuai dengan dugaan sebelumnya yang menyebut adanya kerusakan pada sistem kendali penerbangan Boeing 737 Max 8. Kerusakan ini dan panduan cara pilot mengatasinya baru diberitahu oleh pihak Boeing setelah insiden Lion Air terjadi, menewaskan 189 kru dan penumpang.

Sumber penyidik sebelumnya kepada Wall Street Journal (WSJ) bulan lalu mengatakan, jika Boeing memberitahukannya lebih dulu bisa jadi insiden Lion Air ini bisa dihindari. Pasalnya sistem ini tidak ada di 737 versi sebelumnya sehingga tidak familiar di kalangan penerbang.

Lion Air Bantah
Sementara itu, Direktur Utama (Dirut) Lion Air Group, Edward Sirait, membantah hasil investigasi awal kecelakaan pesawat Lion Air PK-LQP yang menyebut pesawat tidak laik terbang. Lion Air siap menempuh jalur hukum untuk memastikan jika pesawat laik terbang.

"Ada berita yang beredar, bahwa pesawat ini sudah tidak laik terbang sejak akan terbang ke Jakarta dari Denpasar. Pernyataan ini menurut kami tidak benar dan pesawat ini dari Denpasar dirilis dan dinyatakan laik terbang sesuai dengan dokumen dan apa yang sudah dilakukan oleh teknisi kami. Terkait dengan pernyataan ini kami akan mengklarifikasi, apakah pernyataan ini dikeluarkan mereka dan apakah ini dinyatakan seperti ini dan kita akan meminta klarifikasi ini besok secara tertulis karena pernyataan ini menyatakan pesawat ini tidak laik terbang. Pesawat ini laik terbang. Ini bicara kelaikan. Kami akan mengambil langkah-langkah termasuk juga kemungkinan atas terkait pernyataan ini langkah hukum kalau memang ini dikeluarkan oleh Tapi besok kami akan melakukan klarifikasi secara formal.

Ucok Horlas
 Advertisement Here
 Advertisement Here