-->

Pak Harto Petugas Kebersihan Yang Mampu Mengkuliahkan Anaknya Sampai Sarjana Di Singapura

Jakarta - FBINews.net

HARTO bergegas mengambil peralatan kebersihan. Bermodal sapu lidi dan kantong plastik hitam besar, dia membersihkan halaman Mapolsek Tanah Abang, Polres Jakarta Pusat. Suasana kantor polisi ini tampak sepi dan lengang karena jam kerja sudah berakhir. Hanya ada beberapa petugas piket yang berjaga.

Bau kurang sedap tercium dari kantong plastik sampah jumbo. Namun, pria 55 tahun ini tetap tekun menjalankan tugasnya. “Alhamdulillah dipercaya Pak Polisi menjadi petugas kebersihan di polsek,” ucapnya.

Dari memeras keringat menjadi petugas kebersihan, dia mengaku tidak mencukupi buat bayar kontrakan dengan satu istri dan semata wayang anaknya.

Sang istri, Tarsah, 52, ikut meringankan beban hidupnya dengan menjadi asisten rumah tangga di rumah seorang perwira polisi. Namun, penghasilan suami istri ini masih belum cukup.
Sebab, keduanya bertekad kuat menyekolahkan putri semata wayang setinggi mungkin, membuat mereka harus banting tulang. Keduanya berkeinginan Laras, putri mereka kelak tidak bernasib sama seperti orangtuanya.

Setiap hari, Harto menyapu area mapolsek dalam dua shift, yakni pagi mulai pukul 04:45-06:00 dan shift sore pukul 16:30-18:00. Usai menjalankan pekerjaan rutinnya, dia mempunyai pekerjaan sampingan sebagai pemulung untuk membiayai kuliah anaknya.

DITUDUH MENCURI

Dalam keseharian, Harto harus rela berjalan malam-malam di tengah kesunyian untuk berebut satu dua tiga barang bekas.

Harto memungutnya, yang bagi kebanyakan orang sudah tidak bermanfaat. Cemoohan sudah menjadi makanan sehari-hari. Namun ia tetap tegar menjalaninya. Bahkan dia sering dituduh mencuri saat memulung barang bekas.

Penghasilan dari memulung tak seberapa. Rata-rata Rp15.000 kalau habis musim hujan, tapi kalau musim panas biasanya sekitar Rp.8.000. “Saya tetap bersyukur, rezeki sudah ada yang ngatur,“ ujarnya.

Perjuangan hidup Harto dan istrinya tak sia-sia. Selama lebih 25 tahun keduanya berjuang menjalani kejam dan kerasnya kota metropolitan, akhirnya berbuah manis.

DIMINTA BERHENTI

Putri semata wayangnya kini telah bekerja di perusahaan asing di Singapura. Di negara Singa itu, putrinya baru tujuh bulan ini merintis kariernya managemen perbankan.Meski demikian keduanya tetap menjalani kehidupan seperti semula.

“Anak meminta kami berhenti bekerja di Jakarta dan kembali ke kampung halaman Kutoharjo, Jawa Tengah. Mau dibelikan tanah buat bercocok tanam, tapi saya dan istri belum siap. Mungkin nanti, saat ini saya dan istri terlanjur betah dengan hidup dan suasana seperti ini,” ujarnya.

Bahkan ketika anaknya minta ibunya berhenti menjadi pembantu rumah tangga, istrinya menolak. “Kata istri, kalau tak bekerja badan pegal dan sakit-sakitan,” ucapnya.

Dia tak pungkiri, setiap bulan mendapat uang kiriman dari putri semata wayang itu. Uang kiriman itu jumlahnya lebih besar dari penghasilan dia dan istrinya. Namun, tak pernah disentuh, tapi langsung ditabung.

“Nanti kalau sudah cukup buat berangkat haji. Nah, setelah menjalankan rukun Islam kelima, berencana pulang ke kampung halaman,” tuturnya.

Wahyudin
 Advertisement Here
 Advertisement Here