-->

Robohnya Menara Islamic Center Indramayu Jadi Pertanya'an Publik



IndraMayu-Fbinews.net


Proyek dengan menelan biaya sekitar 140 milyar lebih, baru 2 tahun berjalan, walaupun musibah ataupun bencana tidak ada yang tau, tapi kalau dilihat dari anggaran yang digelontorkan begitu besar rasanya tidak mungkin dengan hanya hujan sehari menaranya roboh.


Direktur PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) dan Pemerhati masalah sosial O’ushj.dialambaqa saat di mintai pendapat terkait robohnya menara Masjid Islamic Center memaparkan, 2 tahun baru roboh itu berarti sudah hebat karena publik tahu sejak awal bangunan itu tidak sesuai konstruksi. Waktu itu belum setahun saka atau tiang-tiang bangunan sudah ada yang miring, jika tak salah ingat, PKSPD mendapat keluhan dari pengelola Islamic Center bahwa bangunan toilet lantainya pada jebol dan seterusnya.


“Islamic Center yang menelan anggaran 140an milyar lebih itu dikerjakan proyeknya oleh kroni Pendopo yaitu DR. H. Kaswadi. Dari tahap awal sebenarnya bermasalah tapi justru kemudian menjadi masalah. Hal tersebut menunjukan dengan sangat kuat adanya korupsi besar-besaran,” ujar Oushj Dialambaqa, Minggu (6/12/2020) pukul 19:30 WIB.


PKSPD (Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah) / Oushj Dialambaqa atau lebih dikenal dengan nama Pak Oo, menganggap sangat luar biasa keberanian korupsinya sehingga menjadi sangat biadab karena ternyata proyek untuk rumah Tuhan saja berani dikorupsi. Tega hati, +/- 60%nan tingkat korupsinya, jadi sudah amat sangat keterlaluan.



Sejak awal PKSPD melakukan kritik dan bahkan sempat memberikan beberapa catatan dan pertanyaan langsung ke PUPR karena sejak awal ada yang tidak sangat rasional. Jika kemudian menaranya roboh sudah tidak heran lagi. Tiang-tiang bangunan yang miring apakah sekarang sudah diperbaiki atau belum? Jadi tidak saja mengabaikan labilitas tanah tetapi memang pemadatan dan lainnya juga bermasalah tetapi tidak pengawasan.


Fakta sekarang menunjukkan bahwa Inspektorat dan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tutup mata alias tidak pernah dijadikan temuan bahkan BPK memberikan WTP untuk tahun 2017, 2018, 2019 dan 2015 dan 2016, padahal PUPR adalah obyek pemeriksaannya yang paling utama dengan metode sampling auditnya yang 5% itu OPD/SKPD.


Dewan juga punya fungsi kontrol terhadap anggaran mulai dari perencanaan anggaran yang RAPBDnya dibahas di Dewan sampai pada pertanggungjawaban penggunaan anggaran untuk proyek pembangunan Islamic Center tersebut. Ternyata faktanya fungsi pengawasan tersebut tidak dijalankan, jadi Dewan juga tak ada gunanya. Indikasi kuatnya semua sudah kebagian manisnya kue bangunan Islamic Center.



Dengan robohnya menara tersebut juga baik Inspektorat (APIP dan P2UPD), DEWAN dan BPK tidak punya rasa malu sama sekali. Ini mencerminkan mentalitas yang bobrok dan buruk sama sekali. Dengan robohnya menara tersebut, seharusnya APH (KEJAKSAAN, KEPOLISIAN) bisa segera masuk untuk menindaklanjuti proyek Islamic Center yang sangat korup itu, tidak harus menunggu adanya laporan atau pengaduan publik.


Pengaduan publik sudah direpresentasikan oleh media massa yang telah memuat pemberitaan tersebut. Jika kemudian juga berpangkutangan, maka patut dipertanyakan jika pada hari antikorupsi dunia, 9 Desember nanti dipagarnya terpampang spanduk yang seolah-olah pro pemberantasan korupsi. Lembaga penegakan hukum dan APH punya kewajiban yang melekat untuk menindaklanjuti indikasi korupsi tersebut tanpa harus adanya pengaduan atau laporan publik secara formal. Tegasnya. (MT jhl)

 Advertisement Here
 Advertisement Here